GIANYAR, balitourismnow.com – Bali Fashion Trend (BFT) 2025 diwarnai dengan karya-karya kreatif para desainer dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Mereka adalah narapidana yang telah mendapat binaan untuk kemudian mempertunjukan hasil karya seninya kepada masyarakat luas.
Karya para desainer hasil binaan Lapas itu tampil bersama dengan karya-karya desainer lainnya, yang mana pada hari kedua itu menampilkan 8 desainer dalam dan luar negeri, Jumat 19 Desember 2025. Karyanya itu, lebih banyak mengangkat kearipan lokal dari berbagai daerah di Indonesia.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) yang memberikan pembinaan terhadap narapidana. Ini sebuah terobosan inovatif dalam pembinaan warga binaan melalui kolaborasi strategis dengan Indonesia Fashion Chamber (IFC).
Melalui kolaborasi itu, maka karya-karya unik mereka ditampilkan di ajang Bali Fashion Trend 2026 yang berlangsung pada 18-21 Desember 2025 bertempat di Onyx Park Resort, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
“Kolaborasi ini sebagai wujud komitmen sistem pemasyarakatan Indonesia dalam menghadirkan pembinaan yang humanis dan berorientasi pada masa depan warga binaan,” kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imipas, Mashudi saat konferensi pers, sebelum fashion di hari kedua itu dimulai.
Kolaborasi bertema “Beyond Beauty” menandai pergeseran paradigma pembinaan dari pendekatan konvensional menuju integrasi industri kreatif profesional, khususnya dalam pengembangan produk fashion yang menggabungkan aspek sosial, psikologis, dan reintegrasi sosial warga binaan.
Kementerian Imipas berkolaborasi dengan desainer IFC yakni Sofie, Lisa Fitria, dan Irmasari. Kolaborasi ini mengintegrasikan produk kerajinan warga binaan—seperti batik, anyaman, bordir, dan produk kulit—dengan desain fashion kontemporer menciptakan nilai tambah estetika dan komersial.
“Program ‘Beyond Beauty ini memposisikan warga binaan sebagai co-creator dalam industri fashion profesional. Kami tidak hanya mengajarkan keterampilan, tetapi juga membangun kepercayaan diri, identitas positif, dan harapan akan masa depan yang lebih baik,” ujar Mashudi.
Mashudi mnegaskan, program pembinaan lapas yang mendukung kolaborasi ini berfokus pada pengembangan produk fashion melalui tiga pilar, yaitu quality control dengan pendekatan edukatif, capsule collection dengan narasi transformasi, dan storytelling sebagai strategi branding.
Hal itu, dapat mengubah “produk narapidana” menjadi “transformative fashion” yang bermakna secara sosial dan bernilai tinggi secara ekonomi. “Ini dapat meningkatkan value dari kreasi anak atas permintaan fashion,” ujarnya.
Ketua IFC Lenny Agustin mengatakan, Bali Fashion Trend 2026 menjadi platform strategis untuk memperkenalkan hasil kolaborasi ini kepada pasar global. Itu karena, Advisory IFC Ali Charisma menyambut baik kolaborasi ini sebagai bentuk kontribusi nyata industri fashion terhadap transformasi sosial.
“Fashion bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang makna dan dampak sosial. Kolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membuktikan bahwa industri kreatif dapat menjadi medium transformasi yang powerful bagi warga binaan,” ungkap Lenny Agustin.
Lenny Agustin menambahkan, kolaborasi ini kemudian diharapkan mampu menghasilkan dampak signifikan pada berbagai dimensi.
Dampak sosial dan psikologis, program ini dapat memulihkan kepercayaan diri warga binaan melalui pengakuan atas keterampilan mereka di panggung internasional.
Selain itu, juga untuk membangun identitas positif dari “narapidana” menjadi “artisan” yang berkontribusi pada industri kreatif nasional, serta menghancurkan stigma terhadap produk warga binaan melalui kolaborasi dengan desainer profesional ternama.
“Program ini juga memberikan harapan akan masa depan melalui keterampilan yang menjadi modal nyata untuk kehidupan pasca-pembebasan, sekaligus meningkatkan kesehatan mental dan motivasi melalui apresiasi profesional terhadap karya mereka,” imbuhnya.
Dampak sistemik, kolaborasi ini menjadi model rujukan dalam integrasi pemasyarakatan dengan industri kreatif, memberikan dukungan terhadap visi sistem pemasyarakatan yang lebih humanis dan berorientasi reintegrasi sosial.
Termasuk mengimplementasikan nilai-nilai KUHP Baru 2025 yang menekankan rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Program ini dapat memperkuat ekosistem kolaborasi antara pemerintah, industri kreatif, dan masyarakat sipil.
Hal ini juga dapat menciptakan model pembinaan yang dapat direplikasi di sektor industri kreatif lainnya. Nah, berikut adalah kolaborasi dari berbagai hasil lapas dalam pergelaran ini:
Batik Desainer SOFIE, terdiri dari Batik Tulis Lapas Perempuan Jambi, Batik Cap Lapas Perempuan Bengkulu, Batik Cap Lapas Perempuan Manado (2 motif), Batik Tulis LPP Malang (2 motif), Batik Tulis Lapas Kelas 1 Semarang (2 motif), Batik Tulis LP Tembilahan (2 motif).
Lalu, Batik Tulis Lapas Perempuan Pontianak, Batik Tulis Lapas 1 Malang, Batik Tulis Rutan Sumenep, Batik Tulis Lapas Kelas 1 Madiun, Batik Tulis Lapas Bojonegoro, Sasirangan Lapas Karang Intan, serta Batik Tulis LP Kraksaan
Batik Desainer Irmasari Joedawinata terdiri dari Batik Tulis Lapas Narkotika Sawahlunto, Batik Tulis Lapas 1 Semarang, Batik Tulis Lapas Perempuan Jambi, Batik Tulis Lapas Kelas II A Subang, Batik Tulis Lapas Perempuan Jambi, Batik Cap Rutan Sumenep serta Batik Cap LP Pekalongan.
Sedangkan, Batik Desainer Lisa Fitria terdiri dari Batik Tulis Lapas Perempuan Palangkaraya, Batik Tulis Lapas Nunukan, Batik Tulis Lapas Taraka, Batik Cap Lapas Permisan, Batik Tulis Lapas Perempuan Bandung, Batik Cap Rutan Trenggalek serta Sibori Rutan Trenggalek. [buda]


