DENPASAR, balitourismnow.com – Bali memiliki berbagai keunikan desa wisata yang tersebar diberbagai kabupaten dan kota di Bali. Keberadan desa wisata ini bertujuan untuk menguatkan ekonomi masyarakat desa. Namun, tidak semua desa wisata itu berkembang secara baik, karena ada pula yang hanya berjalan di tempat.
“Keberadaan desa wisata itu, untuk menggali dan melestarikan budaya lokal serta menjaga alam dan lingkungan untuk keberlanjutan,” kata Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Provinsi Bali, Made Mendra Astawa melalui sambungan WhatsApp Messenger, beberapa waktu lalu.
Made Mendra yang selalu getol menjaga komunikasi dan mendukung tumbuhnya desa wisata ingin desa wisata itu tidak sebatas sebutan atau status saja, tetapi benar-benar eksis, baik aktivitas wisatanya yang kemudian berdampak ekonomi bagi masyarakatnya.
Namun kini, ada rencana Gubernur Bali Wayan Koster akan menghilangkan nomenklatur desa wisata dari konsep pariwisata di Bali. Sebutan desa wisata diganti menjadi desa budaya. Peraturan Gubernur (Pergub) atau Surat Edaran (SE) telah disiapkan untuk pergantian nomenklatur itu.
Mendra Astawa mengatakan, usulan perubahan desa wisata menjadi desa budaya sudah disampaikan oleh Gubernur Koster pada periode pertama. “Yang penting Brand Desa Budaya dengan program nyata ke desa sebagai penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) muda di desa,” ucapnya.
Penguatan SDM muda di desa itu terkait dalam upaya pelestarian adat dan budaya. Para yowana (teruna teruni) di desa mesti diberikan penguatan pemahaman adat dan budaya serta pelatihan desa entrepreneur. Hal ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutannya.
“Pemerintah sebaiknya membentuk wadah yowana di desa lengkap dengan pendanaannya. Dengan demikian, para yowana bisa bergerak dibidang adat dan budaya, lalu apresiasinya bisa berupa lomba atau penghargaan,” usul Mendra serius.
Lalu, merubah nomenklatur desa wisata menjadi desa budaya, lanjut Mendra, hal ini tentu akan berdampak dengan kebijakan pusat. “Di samping itu, bupati dan walikota di Bali, tentu akan sulit merubah 240 SK desa wisata yang sudah diterapkan hingga saat ini,” imbuhnya.
Mendra Astawa kemudian berharap kepada pemerintah untuk lebih focus membangun semangat desa wisata dengan perkuat SDM muda Bali terhadap budaya, dan perlindungan akan tanah Bali terkait alih fungsi yang massif belakangan ini.
Di samping itu, lanjut Mendra Astawa, pemerintah melalui kebijakannya juga semakin lebih fokus dalam memilih wisatawan atau warga tamu yang bisa menjaga budaya dan alam Bali. Bukannya, turis yang merusak budaya berkedok wisata.
Satu hal yang penting lagi, adalah regulasi yang benar-benar keberpihakan untuk menjaga Bali, dan itu dilaksanakan sampai tingkat bawah. Sebab, yang terjadi di atas terkadang berbeda hingga sampai ke tingkat bawah. “Kami pikir, ini yang paling mendesak dilakukan untuk menjaga budaya dan pariwisaata budaya Bali,” usulnya. [ana]