News

Asap Sampah TPA Mandung, Mengusik Desa Kerambitan Sebagai Tujuan Wisata

TABANAN, balitourismnow.com – Sejak lampau atau setelah berkembangnya pariwisata di Bali, masyarakat di Desa Kerambitan sudah akrab dengan turis asing. Puri Anyar dan Puri Agung Kerambitan merupakan puri kuno yang menjadi destinasi wisata menawarkan pengalaman unik, yang disuka wisatawan.

Puri ini memiliki arsitektur khas Bali yang megah dan terawat baik, serta dikelilingi oleh suasana desa yang tenang dan damai. Desa ini menawarkan pengalaman unik yang menggabungkan alam, budaya, dan kegiatan rekreasi. Sayangnya, kenyamanan itu kini terusik oleh asap sampah.

“Kami sangat prihatin sekali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Mandung yang sekian lama tidak tertangani dengan baik dan professional, sehingga kami terdampak dengan asap sampah yang menggunung itu,” kata Penglisir Puri Anyar Kerambitan, Anak Agung Ngurah Agung Bagus Erawan, Selasa 20 Mei 2025.

Asap yang berhembus tipis mulai sore hingga malam itu sangat mengganggu pernafasan penduduk di Desa Kukuh. Hal ini tentu menggangu kenyamanan masyarakat, terutama balita, serta orang tua usia lanjut yang mulai terlihat batuk-batuk.

BACA JUGA:  Buka Rekening Sekarang Bisa dari Rumah Berkat Digital Onboarding CIMB Niaga

“Kami berharap kepada pemerintah daerah untuk mengambil tindakan cepat, entah itu mensosialisasikan teknologi yang tepat untuk penanganan sampah yang menumpuk semakin tinggi itu,” harapnya.

Desa Kerambitan yang konon paling banyak ada pura dan puri jangan sampai banyak asap sampahnya pula. Jangan sampai keseriusan pemerintah dalam menangai sampah dipertanyakan. Teknologi untuk menangani masalah sampah sudah mesti dilakukan dan itu banyak adanya.

Agung Bagus Erawan mengaku, dirinya yang sudah lima tahun berkecimpung di dunia sampah, sehingga tahu sebetulnya sampah ini memiliki harga tersembunyi. “Banyak teknologi dari luar mau membantu Bali menangai sampah, entah kenapa kabarnya,” tanyanya keheranan.

Truk-truk sampah menimbun sampah di TPA Mandung/Foto; ana

Di Aceh sampah plastik sudah disulap menjadi tenaga listrik. Lalu, kenapa ini susah diterapkan di Bali. Kalau sampah tak tertangani secara profesional akan berdampak kurang bagus. Kedepan, akan sangat memprihatinkan sekali karena terjadi pencemaran udara.

BACA JUGA:  The Golo Mori Menuju Sustainable Development Goals

Itu akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan, udara yang sudah bersih menjadi tercemar. Alam desa yang sejuk dengan pemandangan gunung dan laut menjadi terganggu, sehingga itu akan memberi image yang mencoreng Desa Kerambitan yang menjadi tujuan wisata.

“Maka, kepada pemerintah daerah tolong tangani sampah dengan teknologi dan mensosialisaikan ke masyarakat. Jangan hanya bersifat sesaat, seperti memberikan masker, tetapi penting memikirkan teknologi apa yang dipakai,” tegas tokoh pariwisata ini.

Nyoman Rukun atau biasa disapa Mr. Rukson merupakan pensiunan guru mengatakan, dirinya dan keluarga termasuk masyarakat lainnya sudah terpapar asap sampah sejak lama. Asap malam, kalau angin dari utara maka masyarakat Kukuh yang terdampak.

“Saya sendiri merasakan dampak itu, sehingga kalau ada asap kami tidak enak tidur dan sulit bernafas. Jarak tinggal kami sekitar 1,5 Km. Kami ingin seperti harapan pemerintah daerah, yaitu supaya orang Bali hidup sehat,” ucapnya serius.

BACA JUGA:  Siswa SD Negeri No. 11 Padangsambian Terima Bantuan Pemulihan Sektor Pendidikan dari ITDC

Kata orang-orang yang melihat Desa Kukuh dari jarak sekitar 50 km, pada saat pagi di desa itu ada udara putih seperti awan yang bergerak. “Saya yang semakin tua sangat sulit bernafas, beberapa ada sudah ada yang masuk rumah sakit yang mungkin kena polusi udara,” ujarnya.

Kelian Adat Desa Kukuh, I Ketut Supratmaja mengatakan, selama ini pemerintah telah melakukan upaya pemadaman api dengan membuat kubangan. “Ternyata itu tidak berhasil. Buktinya asap masih saja membumbung, mungkin api di bawah sudah menjalar,” imbuhnya.

Pemerintah juga sempat memberikan masker kepada masyarakat, namun itu tidak efektif karena masih ada warga yang sulit bernafas. “Kalau ada jalan, mohon TPA itu digeser ke tempat lain atau kemampuan daerah untuk mengolah sampah dengan meniru negara maju,” usulnya.

Supratmaja bersama tokoh desa lainnya kemudian mengatakan, dulu pada saat mencari lahan untuk TPA itu, masyarakat diinformasikan sistem pengelolaan sampah itu berbasis teknologi, sehingga tidak berdampak pada lingkungan, juga menyerap tenaga kerja.

BACA JUGA:  Gerakan Wisata Bersih Mandalika, Perkuat Keberlanjutan Pariwisata NTB

Namun, dalam perjalanan waktu sampah itu terus ditimbun yang kemudian menjadi gunung sampah. Mesin canggih yang diharapkan mengurus sampah itu belum juga kunjung, sehingga ini membahayakan kesehatan masyarakat, termasuk pencematan lingkungan.

“Kalau belum ada usaha pengadaan mesin canggih, mungkinkah di luar Kerambitan ada yang mau menampung sampah itu? Kalau saja sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi, seperti yang diwacanakan dulu terwujud mungkin beda jadinya,” selorohnya. [ana]

Shares: