MENGUPURA, balitourismnow.com – Bali & Beyond Travel Fair (BBTF) 2026 akan mengangkat gastronomi sebagai tema utama, dan menjadikannya lebih dari sekadar sajian kuliner. BBTF 2026 kembeli digekar di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali.
Karena itu, BBTF 2026 mengangat tema: “Redefining Indonesia’s Gastronomy Journey: A Celebration of Taste, Culture, and Sustainable Heritage”. Gastronomi lebih dari sekadar rasa, ia sebagai cara untuk memahami warisan, memperkuat koneksi, dan menjaga kelestariannya.
Hal itu diungkapkan Ketua Panitia BBTF 2025, I Putu Winastra, S.AB., M.A.P., pada konferensi pers penutupan BBTF 2025, Jumat 13 Juni 2025. Acara ini dipercaya memperkuat posisi BBTF sebagai pameran B2B pariwisata internasional terkemuka di Indonesia.
Winastra mengatakan, gastronomi diposisikan sebagai wadah untuk memahami kekayaan budaya, mendukung keanekaragaman hayati, serta mendorong praktik pariwisata yang lebih sadar dan berkelanjutan.
“Gastronomi lebih dari sekadar rasa, ia adalah cara untuk memahami warisan, memperkuat koneksi, dan menjaga kelestariannya,” ujar Winastra dihadapan awak media lokal, nasional dan internasional.
Menurutnya, sebagai pembeda dari penyelenggaraan tahun sebelumnya, BBTF 2026 tidak lagi menghadirkan Talkshow Pariwisata. Sebagai gantinya, kegiatan akan diawali dengan Welcome Dinner yang lebih hangat dan eksklusif.
Welcome Dinner ini yang akan berlangsung di The Laguna, a Luxury Collection Resort & Spa, Nusa Dua, Bali, sebagai pembuka resmi rangkaian acara tahun depan. “BBTF ke-11 baru saja ditutup dengan sukses,” ucapnya.
Konferensi pers itu dihadiri perwakilan buyer, seller, dan peserta pameran sekaligus menandai sinergi yang menjadi kunci keberhasilan acara BBTF tahun ini, sekaligus merefleksikan arah dan harapan baru bagi masa depan pariwisata Indonesia.
Winastra lalu menjelaskan, BBTF 2025 berhasil mempertemukan lebih dari 529 buyer dari 45 negara dan sebanyak 499 seller dari 284 perusahaan dan berasal dari 7 negara, yaitu Indonesia, Spain, Malaysia, Singapore, USA, Namibia, dan Thailand.
Selain itu, diikuti pula oleh 11 provins di Indonesia, seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan.
“BBTF bangga dapat ambil bagian dalam pertumbuhan pariwisata Indonesia dengan membangun platform terpercaya yang menghubungkan pangsa pasar, memperkuat kemitraan, dan mempromosikan keberagaman destinasi,” ujar Winastra yang juga Ketua DPD ASITA Bali itu.
Menurutnya, dengan dukungan Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Provinsi Bali, serta para pemangku kepentingan, BBTF terus menjadi jembatan kuat antara Indonesia dengan dunia, yang dimulai dari Bali.
Winastra memperkirakan, nilai transaksi BBTF 2025 mencapai Rp7,84 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 3% dibandingkan dengan tahun 2024 dimana transaksinya mencapai Rp7,61 triliun.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh perubahan preferensi destinasi akibat tingginya harga tiket pesawat, serta kehadiran para buyer dari pasar berkembang (emerging markets) yang membutuhkan pemahaman lebih terhadap produk pariwisata Indonesia. “Semoga pada BBTF 2026 partisipasi seller dari luar Bali semakin meningkat,” harapnya.
Selama tiga hari penyelenggaraannya, pertemuan B2B yang dikurasi secara selektif menghasilkan interaksi konstruktif antara buyer internasional dan seller dari berbagai wilayah Indonesia. Sebut saja, Sebulon Chiliho Chicalu, buyer asal Namibia yang baru pertama kali mengikuti BBTF ini.
“BBTF memberi saya pengalaman berharga dalam memahami Indonesia dari Bali. Kami banyak mendapat pembelajaran baru dan mengenal pihak yang terlibat di belakangnya. Kami sangat tertarik pada pariwisata desa dan komunitas,” kata Sebulon Chiliho Chicalu.
BBTF berhasil melebihi ekspektasi bisnis kami dan menghadirkan prospek yang berkualitas tinggi, sembari mengajarkan pentingnya pelestarian lingkungan dan pariwisata berkelanjutan. “Kami akan hadir kembali tahun depan bersama tim operator yang lebih besar, sekaligus mengundang pelaku wisata Indonesia ke Namibia,” harapnya.
Sebagai tindakan nyata, ASITA Bali dan Namibia Tourism Board (NTB) menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk menjalin kerja sama pariwisata bilateral, mencakup program kunjungan pengenalan, workshop, pertemuan B2B, pertukaran media dan influencer, pengembangan destinasi baru, hingga kolaborasi paket wisata.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Ayu Indah Yustikarini, SS., M.Hum, menilai BBTF sebagai platform penting untuk memperkenalkan destinasi berkualitas dan berkelanjutan.
BBTF menjadi ruang pembelajaran agar seller dan exhibitor dari 8 kabupaten/kota dapat memahami kebutuhan pasar. Bali sebagai destinasi dunia harus terus menjaga daya saing. “Kami kembangkan pola perjalanan lintas kabupaten untuk menghindari kawasan yang terlalu padat – BBTF mendukung strategi ini,” ucap Indah Yustikarini.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur, Ririn Sari Dewi, S.IP., M.Si., menyatakan, BBTF menjadi wadah strategis dalam memperkenalkan potensi pariwisata berbasis alam dan budaya yang dimiliki Kalimantan Timur kepada pasar domestik maupun internasional.
Sementara itu, Komang Artana dari Cross Hotels turut mengapresiasi konsistensi BBTF dalam menghadirkan buyer internasional secara berkelanjutan, yang turut mendorong kepercayaan seller untuk aktif berpartisipasi serta terus mengembangkan kualitas properti dan layanannya.
Manajer Resort Bali Tropic Resort & Spa, I Gusti Made Sudiarsa, menyatakan bahwa BBTF adalah sarana penting untuk memperkenalkan budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali kepada pasar global.
Sedangkan Christopher Chung, Senior Director of Sales & Distribution Indonesia & Malaysia dari Marriott Bonvoy menyampaikan, kerja sama selama 5 tahun dengan BBTF terus berlanjut. “Strategi perhotelan kami sejalan dengan misi BBTF. Melalui inisiatif ‘Bali to Bali’, kami berkomitmen menjaga kelestarian budaya dan tradisi Bali serta menjangkau pasar global secara eksklusif,” pungkasnya. [ana]


