GIANYAR, balitourismnow.com – Ketika menyaksikan pameran tunggal bertajuk ‘Utopia’ di Museum Puri Lukisan Ubud, kita seakan diajak masuk ke dunia introspektif yang penuh warna, ruang di mana tawa, air mata, serta identitas berpadu menjadi ekspresi lebih jujur dan otentik.
Karya seni dari seniman Peter Rhian Gunawan yang dijuluki Redmiller Blood itu menyajikan estetika yang sangat memikat. Pemilihan warna seakan menjadi simbol dari gemerlap dunia. Warna yang yang cerah dan dalam, seakan mamanukan membuat hipnotis setiap yang hadir.
Pameran yang sengaja dihadirkan oleh Museum Puri Lukisan Ubud bekerja sama dengan G3N Project itu telah dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri (Wamen) Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo di Museum Puri Lukisan Ubud, pada Kamis 25 September 2025.
Setelah membuka, dan menyaksikan karya-karya yang dipajang indah di museum seni itu, Wamen Giring mengapresiasi karya-karya Peter Rhian. Ia bahkan dipuji sebagai seniman yang aktif berkarya sekaligus menjadi pendidik yang konsisten berbagi nilai-nilai budaya.
“Bagi Peter Rhian, seni adalah tanggung jawab kolektif untuk menghidupkan kebudayaan sebagai identitas utama bangsa, bukan sekadar hiasan. Apalagi, pameran di Mueum Puri Lukisan ini sudah menemukan jalannya,” kata Giring.
Seniman Peter Rhian yang biasa disapa Redmiller Blood, menghadirkan 23 karya yang berakar pada karakter ikonik ciptaannya, Redmiller. Karya itu tyak hanya membuat pengunjung senang, tetapi mencoba menakab pesan yang ada dalam setiap karya itu.
Redmiller merupakan sosok polos berambut merah dan mata yang terancam, meneteskan air mata berwarna pelangi yang merepresentasikan emosi tersembunyi manusia. Karakter Redmiller lahir dari riset panjang selama enam tahun.

“Karakter ini mewujudkan ketegangan antara ekspektasi sosial dan gejolak batin, merepresentasikan emosi tersembunyi manusia melalui simbol-simbol visual yang dekat dengan budaya pop, mainan, hingga seni kartun,” ucap Peter Rhian.
Peter Rhian lahir di Bandung pada 1981 dan menamatkan studi magister ilmu desain di Institut Teknologi Bandung. Kini, selain menekuni profesi seniman, ia juga aktif sebagai dosen di Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
Ketertarikan Peter Rhian terhadap seni pop dan budaya populer membentuk gaya visual unik yang menembus batas medium. Karyanya selalu menarik, karena menawarkan pesan social yang terjadi disekitarnya.
Karena itu, lewat pameran ‘Utopia’, ia mengajak publik masuk ke dunia introspektif yang penuh warna —ruang di mana tawa, air mata, serta identitas berpadu menjadi ekspresi yang lebih jujur dan otentik.
GM G3N Project Andry Ismaya Permadi megatakan pameran kali ini merupakan kolaborasi kelima Peter Rhian bersama G3N Project, setelah sebelumnya tampil di ajang ArtMoments Jakarta (2023 dan 2025) serta dua pameran tunggal di Bandung (2023) dan Jakarta (2025).
Dalam kurun 2020–2025, Peter Rhian telah berpameran tunggal maupun bersama sekitar 40 kali, di antaranya di Hong Kong, Tiongkok, Australia, Korea Selatan, Spanyol, Amerika Serikat, dan Singapura, serta sejumlah kota di Indonesia.
Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati yang juga pemilik Museum Puri Lukisan ini menilai karya Peter Rhian memiliki kekuatan visual sekaligus pesan yang mendalam karerna selalu main pada ungkapan rasa.
“Detail, warna, dan komposisi yang ia gunakan berhasil membangkitkan rasa kagum sekaligus mengajak penonton merenung. Karyanya terasa hidup dan mampu menghadirkan emosi melalui setiap goresan,” ujarnya.
Pameran Utopia diharapkan menjadi ruang dialog antara seniman dan publik, sekaligus kontribusi bagi perkembangan seni rupa kontemporer di Bali dan Indonesia.
Sundea, dalam tulisannya di katalog pameran, menyebut karya-karya Peter Rhian menampilkan Utopia sebagai ironi. Redmiller, tokoh mungil berambut merah yang menjadi representasi otentisitas dan kerapuhan manusia, hadir sebagai cermin kita di utopia baru.
Menurut Sundea, Utopia bukan tentang menciptakan surga di dunia, melainkan mewaspadai neraka yang dapat kita buat sendiri.
Utopia yang hadir dalam pameran ini menjaga kesadaran dan mengingatkan kita untuk selalu memeriksa, memperbaiki, memaknai, dan tidak begitu saja menerima ‘yang tersedia’ sebagai ‘yang seharusnya.’
Sundea mengamati warna-warni Redmiller Blood dan kefrustrasian yang diam-diam mengintai di balik dunia yang digambarkan, seraya mempertanyakan: apakah ini memang utopia, atau justru distopia yang bersembunyi di balik gemerlap?
Saat pameran ini dibuka, pecinta seni dari berbagai belahan dunia tak mau menunggu lama. Mereka langsung menyaksikan karya-karya unik dan menarik itu. Pameran ‘Utopia’ itu dapat dinikmati publik hingga 15 Oktober 2025. [buda]


