Art & Culture

Frekuensi Pementasan Kesenian Tradisional di Hotel di Bali Menurun. Benarkah?

 

 

MANGUPURA, balitourismnow.com – Belakangan ini, kesenian tradisional Bali sangat jarang dipentaskan di hotel sebagai upaya pengenalan budaya Bali terhadap wisatawan. Frekuensi pentas itu pun terus menurun, jika dibandingkan pada tahun 90-an.

Saat itu, sekaa, sanggar ataupun komunitas seni selalu sibuk meladeni hotel, restoran atau lainnya untuk menampilkan ekspresi gerak unik itu. Bahkan, penari bisa pentas dua kali, saking banyaknya pesanan. Kini, keberadaanya seakan disingkirkan oleh seni modern yang ramping.

“Fenomena berkurangnya pementasan kesenian tradisional di hotel-hotel di Bali memang menjadi tantangan besar bagi pariwisata budaya kita,” ucap Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bali, Komang Artana, Minggu 19 Oktober 2025.

Saat ini, pertunjukan tari atau gamelan lebih sering hadir pada acara-acara khusus bukan menjadi acara regular, seperti jaman dulu. Sementara hiburan modern, seperti DJ atau musik akustik mendominasi, dan sering tampil menghibur wisatawan yang sedang menikmati suasana Bali.

Padahal, kesenian tradisional yang disajikan itu adalah jiwa dan identitas Bali yang tentunya membedakannya dari destinasi lain. Pementasan kesenian tradisional itu juga untuk menguatkan Bali sebagai pariwisata budaya, di samping untuk keberlanjutan.

“Di Hotel Cross Bali Breakers, saat Indonesian Theme Night Buffet, kami secara bergiliran menampilkan tarian Bali dan pemain suling Bali untuk menghibur tamu yang datang, sekaligus mengenalkan lebih dalam tentang budaya Bali itu,” ujarnya bangga.

Artana mengatakan, di IHGMA DPD Bali, General Manager (GM) bukan sekadar pengelola bisnis, tetapi juga penjaga nilai budaya. Berkembangan pariwisata, mestinya membuat budaya Bali semakin lestari.

“Karena itu, kami terus mendorong anggota IHGMA Bali untuk menghadirkan pementasan kesenian tradisional secara kreatif, baik dalam format penuh maupun versi modern yang dapat menarik generasi muda,” ucapnya.

BACA JUGA:  Discover the Perfect Family Getaway at The Westin Resort & Spa Ubud Bali

IHGMA memang bukan lembaga regulator, sehingga tidak ada sanksi formal bagi hotel yang tidak menampilkan kesenian tradisional. “Namun secara moral, setiap anggota memiliki tanggung jawab menjaga kearifan local,” lanjut Artana serius.

Jika setiap hotel memberi ruang bagi seniman dan budaya Bali, maka pariwisata Bali akan tumbuh tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara budaya dan sosial.

“Itulah hakikat pariwisata Bali: berakar pada budaya, tumbuh dengan inovasi dan berorientasi pada harmoni,” kata Artana. [buda]

Shares: