DENPASAR, balitourismnow.com – Film pendek berjudul “Purusa: Wedding Sacred” karya seorang sineas Bali ditayangkan di Korea Selatan. Film ini mengangkat kisah ‘nyentana’ yakni hamil di luar nikah dan pernikahan bersama dengan keris serta menggunakan bahasa Bali.
Ini sungguh berita menarik untuk Bali sebagai tujuan wisata dunia. Purusa: Wedding Sacred disutradarai I Made Suniartika bersama Lokapurva Films ini, tayang di Gwangju Women’s Film Festival ke-16, berlangsung di Gwangju, Korea Selatan, pada 6 – 10 November 2025.
Purusa: Wedding Sacred mengangkat budaya Bali disajikan pada masyarakat dunia. “Kami produksi film berdurasi 15 menit ini tahun 2024. Film ini sebenarnya karya untuk tugas akhirnya di Jogja Film Academy Yogyakarta,” aku Sutradara Suniartika, Selasa 11 November 2025.
Kisah yang diangkat sungguh menarik, yang sempat menjadi perbincangan di Bali. Film ini berkisah tentang seorang perempuan bernama Kadek Shanti yang gagal menikah dengan Putu Dharma karena orang tua Putu tidak merestui pernikahan mereka.
Kehamilan Kadek Shanti yang sudah besar mengharuskannya untuk menikah dengan benda suci, yaitu keris. Dalam penampilannya, film Purusa: Wedding Sacred ini bersanding dengan empat film Indonesia lainnya yang tayang di festival tersebut.
Empat film lainnya itu, yakni Sorrow in Moon’s Eyes (Gabrielle M.A Sinaga), NGGAK!!! (Oktania Hamdani, Winner Wijaya), Senandung Senyap (Riani Singgih), dan Menjadi Dara (Sarah Adilah) yang dibawa oleh Minikino Film Week.
“Kelima film ini sama-sama memperkuat suara perempuan, komunitas queer, penyandang disabilitas, dan anak muda dalam konteks Indonesia dan membuka percakapan bermakna tentang isu-isu gender kepada audiens Korea,” ucap Made Suniartika senang.
Made Suniartika mengaku, ide awal film ini dibuat pada tahun 2021 yang terinsipirasi dari pernikahan dengan keris yang sempat heboh di Bali. Dari ide itu, ia kemudian melakukan riset termasuk mewawancarai orang yang pernah menikah dengan keris melalui TikTok.
Riset juga dilakukan dengan mewawancarai Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Nyoman Kenak dan salah satu sulinggih di Kota Denpasar.
Walau film ini mengangkat kisah kehidupan masyarakat Hindu di Bali, tetapi seluruh proses produksi film dilakukan di Yogyakarta. “Syukurnya, semua proses berjalan lancer,” ucap Uniknya, lanjut pemuda asal Karangasem penuh syukur.
Menariknya, para pemain bukanlah aktor profesional, tapi mereka adalah perantau dari Bali yang telah lama tinggal di Jogjakarta. “Dimana, mereka (pemain ini) memiliki visi sama untuk menyuarakan fenomena atau sistem pernikahan di Bali yang sangat patriarki,” paparnya.
Made Suniartika menyebut, pemeran dalam film ini tidak fasih berbahasa Bali, sehingga dalam prosesnya lebih banyak fokus belajar bahasa Bali bersama, disamping terus mempelajari naskah dan emosinya.
Selain tayang di Gwangju Women’s Film Festival ke-16 tersebut, film ini juga telah mengikuti puluhan festival film. “Saat ini, film ini juga sedang tayang eksklusif di VIDIO.COM,” imbuhnya bangga.
Salah satunya Kota Kinabalu Internasional Film Festival (KKIFF) yang digelar di Malaysia pada 7-15 September 2024, Flobamora Film Festival, Festival Film Budaya Nusantara 2025, Brawijaya Film Festival 2025 dan lainnya.
Film ini telah meraih beberapa penghargaan, seperti Winner AICFEST 2025, Golden Mahaditya Award Kotabaru Heritage Film Festival 2025, Best Makeup & Styling pada Kinosuite International 2025, 10 Film Terpilih Akselerasi Kreatif Subsektor Film 2025, serta 24 Besar FFI 2024.
Selain Purusa: Wedding Sacred, Made Suniartika juga menyutradarai film dokumenter Different Touch In Batik yang masuk nominasi 5 besar Festival Film Indonesia (FFI) 2021 dan film dokumenter Flirt Man yang masuk 25 besar FFI 2022 dan produser film pendek Hope (2025).
Selain itu, Made Suniartika juga terlibat dalam penggarapan film horror Sosok Ketiga: Lintrik (2025) selaku asisten sutradara dan Waktu Maghrib (2023) juga menjadi asisten sutradara. [ika]


