Ajang fashion ini tak seperti biasanya. Peragaan busana yang tak hanya menampilkan koleksi terbaru dari para desainer busana, tetapi mirip sebuah pertunjukan karya seni dengan kreativitas yang sangat menawan. Menariknya, penampilan para model ini, seperti sajian seni tari.
Itulah acara Bali Culture Fashion Runway yang digelar di Ballroom Fashion Hotel Legian bertepatan dengan Hari Ibu, Minggu 22 Desember 2024. Bali Culture Fashion Runway kali pertama digelar Nin’e Production, tampil elegan dan sebuah peragaan busana yang memikat hati.
“Culture Fashion Runway ini menjadi milik para desainer dan model. Ajang ini tak hanya menampilkan desain menarik, tetapi menjadi ajang untuk mengangkat kain yang hampir punah, seperti tenun rangrang,” kata Nin’e Production, Dina Yusnita Santoso S.Sos.
Ajang fashion ini menghadirkan sebanyak 12 desainer asal kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa, Malang, Jember, Kediri, Bali serta beberapa kota di Sumatera. Masing-masing desainer menampilkan dua karya yang mengangkat keunggulan budaya daerah masing-masing.
“Para desainer ini menampilkan kekhasan wastra dan kain yang diawali dengan penggalian, sehingga ajang ini sebagai upaya memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia khususnya dibidang tekstil yang sangat kaya dan memiliki kekhasan masing-masing,” imbuhnya.

Desainer Windastin asal Jember menggunakan tema casual anak-anak dan pesta. Ia secara khusus mengajak model dari Jember dan beberapa model Bali. “Kami mengangkat tema casual dan pesta yang menggunakan endek sesuai karakter anak-anak,” imbuyhnya.
Desainer Ari asal Denpasar menyajikan etnik kontemper dengan tema “Dewi Melanting”. Karya ini menggunakan uang kepeng yang diperagakan oleh dua model laki-laki dan 5 model perempuan. Para model ini menampilkan kreativitas seni, dengan memadukan gerak, seperti tari.
“Saya mengangkat pis bolong (uang kepeng) dengan tema tradidional culture. Di Bali pis bolong itu menjadi persembahan dalam upacara. Nah, saya memperkenalkan pis bolong kepada generasi, dari upacara ke budaya,” ucapnya.
Desaner Okta membawa tema Bali Casual yang menampilkan tenun endek yang dipadu dengan bunga gumitir, sebuah bunga persembahan di Bali. Kali ini, menggunakan kain songket endek serta dipadu dengan pis bolong yang bermakna keselarasan.
Desainer Mahacara membawakan culture dari Bali, berupa kain kotak-kotak, seperti catur. Ini dipadu dengan casual yang memekai kain endek. “Kain poleng itu sacral, maka diposisikan secara benar karena memiliki ciri khas,” ujarnya.
Sementara, desainer ternama, I Gusti Agung Omar menampilkan desain fashion yang ramah lingkungan. Karya-karyanya, hampir 80 persen menggunakan bahan limbah. “Kami mengangkay tema “Canang Sari” yang diaplikasikan delam bentuk baju kaya warna,” ucapnya.
Sedangkan pengamat model dan mode, Franky yang juga menjadi salah satu juri mengaku bangga dengan karya-karya para desainer ini. “Saya sangat apresiasi kepada desainer muda dengan karya-karya yang luar biasa,” ujarnya.
Menurutnya, endek Bali tak ada yang mengalahkan karena dikerjakan dengan tangan serta dilakukan dari hati yang tulus. “Kami bangga, para desainer yang tampil ini mampu mengangkat kekayaan budaya, khususnya wastra menjadi sebuah karya seni menarik,” pungkasnya. [B/lan]