Profil

Menutup 2025, Pariwisata Bali Hadapi Tekanan Okupansi dan Citra

MANGUPURA, balitourismnow.com – Kunjungan wisatawan menjelang akhir tahun 2025, terutama wisatawan domestik (wisdom) ke Bali, dirasakan menurun drastis. Sejak Oktober 2025, kunjungan wisatawan sudah tampak melemah, dengan tingkat okupansi hotel yang cenderung menurun.

Kalaupun terjadi peningkatan, jumlahnya hanya sebagian kecil. Terutama pada hotel dengan jaringan internasional atau merek yang kuat di pasar tertentu, sehingga masih memungkinkan mengalami peningkatan. Okupansi mereka berada di kisaran 70 persen ke atas, namun hampir sebagian besar hotel lainnya berada di bawah 60 persen.

“Sejak Oktober, November hingga minggu ketiga Desember, okupansi hotel benar-benar rendah dan rata-rata berada di bawah 60 persen,” kata Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) DPD Bali, Komang Artana, Senin, 29 Desember 2025.

Pemesanan mulai menunjukkan peningkatan setelah tanggal 20 Desember. Salah satunya terjadi di Cross Bali Breakers Hotel yang berlokasi di Balangan, yang mengalami peningkatan okupansi hingga 85 persen, dibandingkan periode sebelum 20 Desember yang rata-rata hanya mencapai 60 persen.

BACA JUGA:  Perkuat Pemanfaatan Produk Lokal! IHGMA Bali Dukung Standarisasi Produk Sesuai Pergub No. 99/ 2018

Menurut General Manager Cross Bali Breakers tersebut, terdapat beberapa hal yang menyebabkan pergeseran terhadap tren pickup tamu. Tren pickup pemesanan dari tahun 2024 ke 2025 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Pada tahun 2024, pemesanan last minute masih sangat banyak, dalam rentang 0-15 hari. Tamu dapat datang langsung dan pemesanan bisa terjadi dengan cepat.

Namun, pada tahun 2025, tren pickup sejak Oktober bergeser menjadi 60 hari hingga 80-90 hari sebelum kedatangan, sehingga tamu melakukan pemesanan jauh lebih awal. Tren pemesanan ini kembali menyerupai pola pickup pada tahun 2019. “Sementara itu, sejak pascapandemi hingga berlanjut ke 2024 dan pertengahan 2025, tren pemesanan last minute sangat tinggi dan berbeda dengan tren sejak Oktober 2025,” imbuhnya.

Pada masa tersebut, dalam satu hingga dua hari, bahkan sampai 15 hari menjelang kedatangan, tingkat pickup sangat tinggi. “Hal ini terbukti dari seluruh platform agen perjalanan,” ungkap pria yang aktif dalam organisasi pariwisata tersebut.

Komang Artana kemudian menyampaikan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang menyebabkan penurunan kunjungan wisatawan ke Bali.

BACA JUGA:  Kenyamanan Tamu itu Prioritas: Komitmen Sang Room Division Manager di FuramaXclusive Seminyak

Pertama, kendatipun Australia masih menjadi pasar terbesar wisatawan mancanegara Bali, dengan pangsa sekitar 24-25 persen hingga Oktober 2025 di tengah dinamika global, telah terjadi pergeseran pasar wisatawan, di mana wisatawan berkewarganegaraan Australia mulai bergeser ke Jepang dan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Vietnam.

Sebagaimana tercermin dalam data statistik yang ditunjukkan oleh salah satu agen perjalanan terbesar di Australia. Selain itu, kondisi cuaca global yang kurang kondusif di sejumlah negara sumber wisatawan juga memengaruhi keputusan perjalanan. Faktor lain yang berpengaruh adalah maraknya pemberitaan di media sosial sejak 10 September lalu, seperti di TikTok, Reels, Instagram, dan platform lainnya, yang menyoroti kejadian banjir.

Padahal, banjir tersebut hanya terjadi di satu lokasi tertentu, bukan di Bali secara keseluruhan. “Banyak rekan yang menelepon kami untuk menanyakan kebenaran informasi tersebut. Teman-teman dari luar Bali dan Malaysia berulang kali menanyakan kondisi itu,” ujarnya.

Kedua, kurangnya respons cepat pemerintah terhadap permasalahan yang disampaikan tersebut, sebagaimana penanganan komentar negatif yang diterima hotel melalui platform online travel seperti TripAdvisor, Booking.com, dan Expedia, yang membutuhkan respons terkini dari pihak manajemen untuk mengonfirmasi serta mengontra pemberitaan secara tepat dan cepat. Termasuk masih minimnya pemberitaan mengenai langkah-langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan yang muncul sebagai bagian dari komunikasi pemasaran pemerintah.

BACA JUGA:  Gede Ricky Sukarta: Dinamika Kunjungan Wisatawan Akhir Tahun di Bali

Sebagai contoh, pemberitaan mengenai kemacetan yang sering muncul di media seharusnya diimbangi dengan informasi mengenai upaya penanganannya. Demikian pula dengan isu sampah yang kerap viral dan dilihat oleh dunia internasional, perlu dikonfirmasi bahwa permasalahan besar tersebut sedang dalam proses penanganan, termasuk kejelasan rentang waktu penyelesaiannya.

“Kontra-narasi yang harus disampaikan kepada dunia adalah bahwa kami sedang menangani berbagai permasalahan tersebut. Hal ini perlu dikomunikasikan secara lebih jelas, termasuk kepada pelaku industri, agar dapat diteruskan kepada pelanggan di luar daerah maupun luar negeri yang sering menanyakan kondisi Bali sebelum berkunjung,” paparnya.

Ketiga, pemerintah perlu terus mengimbau masyarakat, termasuk masyarakat luas, agar lebih dewasa dan bijaksana dalam bermedia sosial. Artinya, informasi negatif sebaiknya disampaikan melalui jalur yang tepat agar dapat ditangani dengan baik. Begitu pula informasi positif, perlu disalurkan melalui jalur yang tepat. [buda]

Shares: