News

DPR Usul: Poin Pelarangan Produksi dan Distribusi Air Minum Kemasan dalam SE Gubernur Bali Dihilangkan

JAKARTA, balitourismnow.com – Surat Edaran (SE) nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah dibicarakan di Jakarta. Anggota Komisi VII DPR RI, Eva Monalisa mendukung inisiatif Gubernur Bali yang mengeluarkan SE gerakan Bali bersih sampah itu.

Namun, sayang dalam SE itu ada pasal yang melarang produksi dan distribusi air minum kemasan. “Artinya, SE ini perlu dievaluasi dengan mengeluarkan poin pelarangan produksi dan distribusi air kemasan,” kata Eva Monalisa di Jakarta, Kamis 17 April 2025.

Menurutnya, SE ini sebenarnya baik, tetapi klausul pelarangan ini yang harus dihilangkan karena akan berdampak pada pergerakan ekonomi. Ia kemudian meminta Gubernur Bali menghilangkan himbauan pelarangan produksi dan distribusi air minum kemasan dalam SE nomor 9 tahun 2025 itu.

SE tersebut akan membuat masyarakat dan wisatawan Bali kehilangan kenyamanan, sehingga mengganggu arus pariwisata dan ekonomi di Bali. Pelarangan produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter ini akan mematikan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya yang bergerak dibidang tersebut.

BACA JUGA:  Thai Lion Air Terbang ke Bali: Penerbangan Menuju Bangkok Kini Dilayani Lima Maskapai

UMKM bisa jadi terpaksa melakukan efisiensi dan pemutusan hubungan kerja karena tidak bisa beroperasi, sehingga kehilangan pemasukan. “Kalau sudah begitu, masyarakat yang bekerja dalam industri tersebut akan kehilangan mata pencaharian dan sulit memenuhi kebutuhan mereka,” imbuhnya.

Legislator fraksi PKB ini menjelaskan, dari pada melarang produksi dan distribusi air kemasan lebih baik mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sambil meningkatkan industri daur ulang di Bali.

Pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan sehingga sampah bisa diproses dengan maksimal. “Limbah plastik kemasan air masih memiliki nilai ekonomis sehingga bisa didaur ulang dibanding kemasan plastik lainnya apalagi sachet,” usul Eva.

Pemerintah Bali, lanjutnya bisa membuat pandangan masyarakat agar tidak melihat botol air kemasan sebagai limbah setelah digunakan. Botol-botol itu bisa menjadi bisnis karena bisa didaur ulang menjadi banyak produk baru termasuk pakaian serta industri daur ulangnya.

BACA JUGA:  Aston Denpasar Perkenalkan Kelezatan ‘Nasi Campur Bali’ Kepada Tamu Hotel

Hal itu, juga bisa membuka peluang ekonomi bagi masyarakat luas. “Jadi apa yang dikhawatirkan dari limbah plastik itu sebenarnya tidak tepat, karena limbah itu bisa menjadi peluang bisnis yang baru. Edukasi itu penting,” ujarnya serius.

Anggota DPD asal Bali, Ni Luh Djelantik mengusulkan agar pemerintah mengkaji lagi SE tersebut, termasuk berkenaan dengan produksi dan peredaran AMDK di bawah 1 liter.

“Tidak semua orang kuat bawa air botolan 1,5 liter. Tetapkan saja air kemasan botol minimal 650ml dan berikan aturan tegas bagaimana botol itu harus dikelola, sudah sangat membantu memerangi sampah plastik,” paparnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah menerbitkan SE Gubernur Nomor 9 tahun 2025 tentang gerakan Bali bersih sampah. Kendati, klausul pelarangan produksi dan distribusi dalam SE tersebut menuai kontra karena dinilai bakal merugikan publik, masyarakat adat dan pariwisata Bali. [rls]

Shares: