DENPASAR, balitourismnow.com – Anak-anak ini memang cekatan. Mereka tamka ringan dalam bermain Tajog. Keseimbangan tubuhnya membuat mereka berjalan kencang, bahkan ada yang berlari. Itu membuktikan kalau koordinasi seluruh tubuh sangat baik.
Itulah lomba tajog yang diikuti oleh anak-anak setingkat SD merupakan perwakilan dari kabupaten dan kota di Bali dalam Jantra Tradisi Bali ke-5 serangkaian dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Lapangan Timur UPTD. Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Jumat 4 Juli 2025.
Lomba tajog ini seperti lari estafet, hingga berganti empat orang anak. Mula-mula satu orang anak mulai dari di garis start, setelah sampai diujung di ganti oleh temannya, kembali ke garis start tadi, diganti lagi, lalu meluncur hingga di garis tadi dan langsung ke garis finish.
Demikian pula dengan lomba deduplak. Pada kesempata itu juga ada lomba terompah. Lomba ini berhasil menarik pengunjung, bahkan disukai wisatawan asing yang sedang jalan-jalan di lapangan hijau itu. mereka bersorak-sorai memberikan semangat jagoannya.
“Jantra hari ini, selain melombakan olahraga tradisional, juga diisi dengan murtirupa demontrasi kepada Kelompok Jaran Jaranan dari Buleleng. Permaian tadisional yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia,” kata Kabid Tradisi dan Warisan Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Ida Bagus Alit Suryana.
Menurutnya, pelaksanaan Jantra Tradisional ini terkait dengan Perda 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan, sehingga di dalam Jantra Tradisi Bali itu ada olahraga tradisional, pemainan rakyat, pengetahuan tradisional dan pengobatan tradisional.
Tujuannya, untuk memupuk rasa persaudaraan, menyama braya, saling membantu secara gotong royong dan bertanggung jawab, khususnya bagi generasi muda yang ikut dalam tim lomba ini. Sementara untuk demonstrasi, besok juga menghadirkan permainab tradisional “Megandu” dari Kabupaten Tabanan yang juga telah ditatapkan sebagai WBTB Indonesia.
“Kegiatan ini sesungguhnya untuk mendapatkan ruh bergembira, mencari teman, melestarikan permainan lewat kegembiraan dan nyama braya, baru kemudian prestasi,” sebut Ida Bagus Alit Suryana serius.
Pelaksanaan Jantra Tradisional tahun 2025 ini, diikuti oelh kabupaten dan kota yang sangat antusias untuk mengirim pesertanya. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, kali ini pesertanya semakin banyak dan lebih meriah.

Hal itu, karena mereka telah merasakan manfaat olahraga tradisional ini dalam memupuk rasa kebersamaan, gotong royong di kalangan generasi muda, disamping untuk prestasi, sehingga diisi berbagai kegiatan untuk menjaga dan melestarikan seni dan budaya.
Jantra ini digelar mulai tangal 1 -9 Juli. Sebelumnya telah melaksanakan lomba membuat layang-layang, dekorasi pintu depan, dan kali ini olahraga tradisional. Selanjutnya akan dilaksanakan serasahen pada tanggal 8 dan 9 Juli,” pungkasnya.
Kepala Bidang Tradisi dan Warisan Budaya Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Ni Nyoman Indrawati mengaku, untuk lomba Jantra Tradisional Bali tahun ini, Pemerintah Kabupaten Badung mengikuti semua materi. “Kita mengadakan seleksi melalui lomba antar SMP se-Badung untuk menentukan peserta di tingkat Provinsi Bali,” ujarnya.
Untuk hari ini mengikuti 3 katagori lomba, seperti Tajog putra, deduplak putra dan terompah putri. Sementara, untuk besok mengikuti lomba hadang putri. “Kami sudah melakukan persiapa sejak awal, karena kegiatan ini sangat penting bagi perkembangan anak,” ucapnya.
Demonstrasi permainan mejaran-jaranan
Jantra yang diawali demonstrasi Komunitas Permainan Tradisional Banyuning melakukan demonstrasi Mejaran-jaranan yang melibatkan anak-anak muda, sebagai pendukung penuh semangat memperagakan setiap peran yang ada dalam warisan leluhur itu.
Permainan ini diawali dengan menentukan 2 kelompok, masing masing kelompok terdiri 8 orang antara lain 1 orang sebagai penunggang, dan 2 orang sebagai kuda. Sementara 2 orang sebagai pelana dan 3 orang pelindung di bagian belakang.
Selanjutnya, permainan Mejaran Jaranan ini dipimpin oleh satu orang sebagai wasit.“Permainan ini membutuhkan ketangkasan dan kecerdikan bagi si penunggang karena mereka akan melakukan Gulat (mejengke) di atas kuda,” paparnya.
Untuk pemenangnya ditentukan berdasarkan posisinya pada saat bergulat, kalau posisi dibawah berarti kalah, dan kalau posisi di atas berarti menang. Mejaran jaranan merupakan permainan tradisional khas Desa Banyuning yang terkait dengan piodalan Ageng di Pura Gede Pemayun.
Mulyawan mengatakan, permainan Mejaran Jaranan ini berawal dari persiapan pelaksanaan piodalan ageng di Pura Gede Pemayun banjar banyuning tengah desa adat banyuning, persiapan piodalan ageng biasanya memakan waktu cukup panjang antara sebulan sampai dua bulan.
Kegiatan ngayah di Pura Gede Pemayun terkadang tidak menentu kadang pagi, siang, sore dan bahkan bisa sampai mekemit (tidur di pura). Pada sore dan malam hari inilah parmainan tradisi ini dilakukan oleh anak anak, teruna-teruni, dan yang sudah dewasa ikut juga melakukannya.
Di Pura Gede Pemayun tempat barmain atau mepelalian dilakukan di madya mandala (jabe tengah) untuk orang dewasa dan di nista mandala ( jabe sisi ) untuk anak anak.
Permainan yang dilakukan mulai dari meselodor-selodoran, sepur-mundur, mecolekan sirah, tempeng gandong, batu tumpuk lima, meunti untian, serta mejaran jaranan. Permaiann itu kebanyakan dilakukan oleh para remaja dan dewasa.
“Permainan mejaran jaran itu permainan yang menitik beratkan pada keseimbang, ketangkasan dan kecerdikan penunggang melihat situasi lawan,” ungkap Memet, sapaan akrabnya.
Namun, permainan ini juga memiliki resiko yang sangat tinggi, kemungkinan jatuh merupakan resiko yang paling tinggi oleh karena itu diusahakan permainan ini dilakukan pada tempat yang tidak membahayakan seperti di lapangan padang rumput atau lapangan bartanah liat. [ana]
i memiliki berbagai manfaat, Memet kemudian mulai menghidupkan kembali. Mejaran jaranan kemudian mendapatkan undangan dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Bangli untuk ikut memeriahkan HUT Kabupaten Bangli tahun 2017 dalam bentuk seni pertunjukan dengan memakai iringan Bleganjur.
Setelah itu di tampilkan lagi pada acara HUT Kota Singaraja. “Pada tahun 2018 permainan tradisinal Mejaran-jaranan di daftarkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB),” sebutnya. [B/sana]


