DENPASAR, balitourismnow.com – Wisatawan yang sedang menginap di Hotel Griya Santrian Sanur dan di Pulau Bali umumnya mendapat kesempatan menyaksikan karya seni yang ekspresif. Sebab, Santrian Art Gallery memajang karya seni dari lima seniman perempuan Indonesia.
Kelima perupa itu, yaitu Erica Hestu Wahyuni, Mola, Ni Nyoman Sani, Theresia Agustina Sitompul dan Yasumi Ishii. Mereka memajang sebanyak 18 karya seni diatas kancar dengan ide, bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Namun, semua karya menyampaikan pesan sangat kuat.
Meski menawarkan gagasan yang berbeda, namun semua karya itu dipersatukan oleh gairah, hasrat dan cinta sebagai makna dari ‘Denyar Renjana”. Pameran dibuka oleh Marlowe Bandem didampingi pemilik Hotel Griya Santrian Sanur, Ida Bagus Gede Sidharta Putra, Jumat 7 Maret dan berlangsung hingga 30 April 2025.
Kurator pameran, Anton Susanto mengatakan, Denyar Renjana (Pulse of Passion) merupakan getaran pancaran hasrat dan gairah yang didasari oleh kekuatan cinta yang menyebar ke segala arah. Denyar Renjana menjadi bingkai proses kreatif ke lima seniman yang berpameran itu.
“Kelima perupa ini menampilkan karya-karya yang penuh penghayatan disertai dengan pendalaman eksplorasi tema, teknis, gagasan serta determinasi yang tinggi,” kata Anton Susanto disela-sela pembukaan pameran Denyar Renjana itu.
Theresia Agustina Sitompul (there) menghadirkan 2 karya dengan seri yang sangat progresif dan ekperimentatif bermain di antara berbagai ambang. Melalui karya-karya dengan tema domestic landscape ini, There bereksperimen dan bermain, juga melakukan dialog-dialog.
Ia mempertanyakan tentang banyak hal yang kemudian telah menjadi konvensi dalam perkembangan seni rupa hari ini. Misalnya, melalui domestic landscape, secara sadar There mencoba membongkar ulang perjalanan sejarah seni rupa di Indonesia.
Mola menampilkan 5 karya dengan ekspresif dan figurative serta simbolik yang sarat dengan metafora, terlebih pada seri karya Edited Clown. Dalam pameran Denyar Renjana kali ini, Mola menampilkan karya-karya yang berbeda.
Mola menghadirkan tentang rasa, menggunakan cat air dan tinta di atas kanvas. Mood dan feels dibangun melalui sapuan kuas gestural yang ekspresif. Lapis-demi lapis saling bertumpuk di antara lapisan-lapisan transparan, dan menimbulkan efek kedalaman yang kompleks.
Mola tidak bercerita, tapi ia mengajak kita menemukan rasa yang ia bangun melalui lukisan. Misalnya “rasa” yang ia bangun dari inspirasi kekuatan akar yang mampu menopang beban dan memberi daya hidup.
Erica Hestu Wahyuni memajang 5 karya juga memiliki energi besar dan intensitas tinggi, dengan pendekatan visualnya yang naif dan sangat khas secara ekspresif menghadirkan berbagai suasana yang merupakan sebuah semesta dari pengalaman batin dan gagasan Erica sebagai seniman.
Melalui kecenderungan karyanya yang ekspresif, Erica menggabungkan berbagai pengalaman visual, pengalaman batin dan fantasinya menjadi sebuah perupaan baik objek maupun sebuah scene. Hasil elaborasi ini memunculkan bentuk-bentuk dan warna yang khas.
Karya Erica cenderung naratif bercerita tentang segala sesuatu atau fenomena di sekitar kehidupannya. Ia bercerita tentang mimpinya, pun ia bercerita tentang imajinasinya dengan bahasa visualnya yang khas.
Yasumi Ishii menampilkan 3 karya cenderung terpesona dengan kekayaan warna dan bentuk dari budaya Jawa. Ia ingin melakukan eksplorasi terhadap warna-warna berasal dari kampungnya, Jepang. Dua hal ini merupakan kunci utama menyelami semesta kekaryaan Yasumi Ishii.
Pertemuan dua kebudayaan yang berbeda ini terlihat pada karya-karyanya. Karya-karya Yasumi meminjam karakter dua mahluk yaitu kucing dan naga. Pada seri Tujuh Naga, Yasumi menghadirkan berbagai jenis warna naga yang memiliki symbol yang berbeda satu sama lainnya.
Di antaranya adalah Naga Emas yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran, Naga Merah melambangkan keberanian dan kekuatan. Naga Biru melambangkan ketenangan dan kedamaian. Naga Hitam melambangkan misteri dan kekuasaan.
Naga Putih menjadi lambang kemurnian dan kebijaksanaan. Naga Hijau melambangkan kehidupan dan pertumbuhan. Naga Ungu menjadi lambang spiritualitas dan trasnformasi. Setiap naga divisualisasikan sedang terbang di antara elemen-elemen pendukung yang menjadi symbol dan tugas masing-masing naga.
Ni Nyoman Sani (Sani) pamerkan 3 karya, juga menampilkan wajah-wajah pada lukisannya. Sani menampilkan seri lukisan potret wajah pada bidang kanvas berukuran besar, sehingga terasa sensasi visual yang berbeda dengan lukisan-lukisan potret pada umumnya.
Pada seri lukisan potret ini ukurannya besar, lebih terasa mendominasi kendati tidak terlalu ramai dan ekspresi atau mimik pada seri lukisan potret ini pun tidak terlalu ekstrem. Karya Sani dari Look series ini menampilkan potret wajah figure-figur perempuan maupun laki-laki.
Lukisan Sani memberikan ruang tawar bagi orang untuk melakukan interpretasi yang beragam. Karya Sani, bila dihubungkan dengan kondisi Indonesia merupakan wilayah bekas jajahan bangsa Eropa.
“Ke lima seniman ini menyajikan karya yang memancarkan energi beragam, energi yang sampai kepada setiap audiens yang berbeda dengan cara berbeda. Semua memberikan ruang tafsir bagi penikmat, sehingga semua bisa turut hadir menjadi bagian dari setiap karya,” papar Anton Susanto. [ana]